Pages

Sabtu, 12 November 2011

KOMA


Minggu 20 juli 2010 pukul 04.15 pagi. Mataku telah terjaga. “ lima belas menit lagi”,batinku. Kupandangi jarum jam. Tik.tik.tik…. jarum jam itu berputar dengan irama pelan yang teratur. Mataku terasa kembali berat. Rasa kantuk menyerang diriku. “ hhuuuaaaahhhh……”,mulut ini berulang kali menguap. Sejenak kupejamkan mataku.
hai manusia hormati ibumu”
“yang melahirkan dan membesarkanmu”
“darah dagingmu dari air susunya”
“jiwa ragamu dari kasih sayangnya………….”
          Terdengar suara syahdu bang Roma Irama dari hpku. Ya, sebuah lagu berjudul Keramat ini memang sengaja aku gunakan untuk nada alarm hpku. Mata ini kembali terjaga. Kuambil hpku. Kumatikan alarm itu. Akupun beranjak dari tempat tidur. Menggosok-gosok mata sejenak. Mengembalikan kejernihan pandanganku setelah hampir tujuh jam terpejam. Gelap. Kemudian menggeliat-geliat merenggangkan otot dan sendi yang terasa kaku.
Kulangkahkan kakiku kedepan jendela. Membukanya. “Wuuuusssssshhhhh………”, udara dingin menjamah kulitku. Menbuatnya terasa bergetar lalu merinding. Kugoyang-goyangkan badanku. Kugeleng-gelengkan kepala. Memutar-mutar pinggul. Dan mengibas-ngibaskan pergelangan tanganku. Berharap udara dingin dapat kutepis. Dan benar saja, sekarang udara dingin itu terasa lebih bersahabat. Lebih hangat. Kupenuhi paru-paru ini dengan udara pagi. Mencoba mengambil kesegaran agar merasuk kedalam tubuhku.
Kulirik jam lagi. Pukul 04.40. kutinggalkan kamarku. Beranjak ke kamar mandi. Menimba air untuk mengambil air wudhu. Kurasakan air meresap keseluruh anggota wudhuku. Menghilangkan rasa kantuk yang masih tersisa menggelayuti tubuhku. Menjadikan diri ini kembali segar bernyawa lagi. Kulangkahkan kaki ini kembali kekamar. Kugelar sajadah. Kupakai sarungku. Bersiap menghadap Penguasa Hidupku.
Hampir sepuluh menit aku bercengkrama dengan-Nya. Memuja dan memuji-Nya. Melantunkan dzikir. Mengingat-Nya. Memanjatkan doa-doa. Dan memohon supaya hari ini akan baik-baik saja. Lancar tidak ada halangan suatu apapun. Sukses!
Selesai menghadap-Nya. Kembali diri ini merapikan sajadah. Melipat sarung. Kemudian beranjak kedapur. Menyalakan kompor. Membuat sarapan. Dua bungkus mie instan goreng bersama sebuah telur menjadi menu sarapan untuk mengawali hari pentingku ini. Kurang lebih sepuluh menit aku memasak sarapanku. Setelah selesai, kubawa kembali tubuhku ke kamar. Bersih-bersih. Kulipat selimut. Kurapikan seprei. Dan ditutup dengan menyapu.
Kembali mata ini menatap jarum jam. Tepat pukul 05.00. kusambar handuk. Masuk kekamar mandi. Kurasakan air dibak mandiku. Dingin minta ampun. Beku seperti es. Menggoda otakku berpikir untuk tidak mandi. “wah…,jangan!” hatiku berontak. Menginginkan tubuh ini suci menghadapi hari yang penting ini. Sejenak hati dan otakku berperang. Antara mau mandi atau tidak. Namun pada akhirnya hatikulah yang menang. Ya, aku harus mandi.
Segera kutelanjangi tubuhku. Namun tiba-tiba perut ini terasa bergolak. Ada sesuatu yang mendesak-desak ingin keluar. System ekskresi memanggilku untuk buang hajat. Membuang segala macam ampas makanan seharian kemarin. Setelah aku selesaikan panggilan alam itu. Tubuh ini langsung kuguyur dengan air. Dingin luar biasa. Tubuhkupun bergetar hebat. Kusambar sabun. Kugosok semua bagian tubuhku. Gelembung-gelembung busa tercipta menyelimuti kulitku. Rambut ini pun tak lupa aku beri shampo agar wangi dan nyaman. Kubilas tubuhku. Aku pastikan tubuh ini telah bersih dari segala macam kotoran. Aku mandi dengan cepat supaya dingin tak  terlalu lama menyiksa tubuh ini. Selesai mandi aku pun segera memakai pakaiaanku. Kupakai baju dan celanaku seperti orang kesetanan. Sangat terburu-buru. Bukan karena tergesa-gesa oleh waktu. Tapi ingin segera meredakan tubuh yang menggigil ini. Tersisa oleh dingin.
Tak lama kemudian rasa hangat mulai menyapa tubuhku. Kemudian kulangkahkan kakiku kedepan cermin. Kusisir rambutku. Kuoleskan lotion ketangan dan kakiku. Wangi. Tak lupa kusemprot minyak “nyong-nyong” agar aroma wangi menemaniku seharian ini. Setelah kuselesaiakan ritual memermak diri segera kuambil tas. Beranjak ke meja makan. Sepiring mie instan goreng tersaji disana. Lengkap dengan telur rebus yang menggoda nafsu makanku. Suapan demi suapanpun terus memenuhi perutku. Tiba-tiba kurasakan perut ini sudah amat penuh. Padahal belum ada setengah porsi. Entah mengapa pagi ini nafsu makanku hilang. Meski mie instan goreng adalah salah satu makanan favoritku. Mungkin karena aku tidak terbiasa makan sepagi ini.
Mata ini kembali bertemu dengan jarum jam. Pukul 05.45. “wah hampir telat!”,batinku. Segera saja kuakhiri sarapanku. Minum segelas air putih lalu melesat keluar rumah. Siap berangkat setelah sebelumnya kuucapkan salam pamit pada kedua orang tuaku.

Jalan raya terasa sangat sepi pagi ini. Ada perasaan resah yang menyelimuti jika nanti aku kesulitan mendapatkan bis. Namun tidak sampai satu menit bis yang kutunggu datang. Sebuah bis mini jurusan Semarang-Salatiga. Alhamdulillah…………,batinku hati ini bersorak-sorai. Girang tak alang kepalang. Sebuah awal yang baik, pikirku. Bersama bus mini tubuh ini meluncur ke Semarang. Kutatap langit. Matahari tampaknya juga baru saja bangun. Sinar-sinar jingganya juga masih tampak temaram. Udara kurasakan tak lagi dingin. Melainkan segar. Menyejukkan.
Satu jam lebih tubuh ini berada didalam bis. Kunikmati perjalanan ini. Bis meluncur dengan mulus. Kencang. Walaupun terkadang pelan karena menghadapi jalan yang “bergronjal-gronjal” alias tak rata. Kadang berjalan lempeng. Lurus. Menanjak lalu turun. Membekok lalu berhenti sejenak dilampu merah. Atau melaju kencang. Balapan dengan kendaraan lain.
Tiba-tiba “cleng…………!!!” hidung ini terasa ada yang menusuk. Aroma yang membuat mual itu menekan syaraf pembau dihidungku. Hampir sampai, batinku. Ya, aroma yang membuat mual itu memang menjadi patokan untukku turun. Aroma yang tak kutau berasal dari mana. Dari pasar ikankah, dari industry atau malah dari laut. Entahlah aku tidak tau. Yang jelas aku akan segera terbebas dari kotak beroda ini. Dan…… “yap………!”. Akhirnya turun juga diri ini. Kurasakan kepala ini agak pening. Mungkin karena efek dari goyangan kotak bermesin tadi.
Perjalanan belum sampai disitu. Harus oper lagi! Kutunggu angkot berwarna kuning yang akan mengantarkanku ketempat ujian. “jam berapa ya sekarang?” pertanyaan itu menggelayuti otakku. “wah…,baru jam 07.15 ternyata” kulirik jam dihpku. “masih lama” batinku.
 Lima belas menit  berlalu. Namun belum nampak tanda-tanda angkot kuning itu akan datang. Hatiku mulai resah. “ wah bagaimana ini”. Tak lepas-lepasnya mata ini memandang jalanan arah angkot kuning itu datang. Lalu tiba-tiba saja, tanpa kusadari ada sebuah mobil kijang yang berhenti didepanku. “wah ada apa ini”,batinku. Jangan-jangan dia mau menculikku. “tidakkkkk………..” pikiran konyol itu memenuhi otakku. Namun tanpa kusangka yang turun dari mobil itu adalah seorang ibu-ibu muda. Berjilbab dan sepertinya sangat ramah. Kulihat dia melemparkan senyumnya kepadaku. Kuterima senyum itu dan kubalas dengan senyuman yang tidak kalah manis. Dialog pun terjadi.
“permisi dek” ibu itu mengawali pembicaraan.
“ya bu” jawabku.
“maaf ibu mau numpang tanya”
“ya”
“kalau arah USM atau Universitas Semarang itu mana ya?”
Aku tidak langsung menjawab. “wah jangan-jangan ibu ini mau ikut ujian”. Tapi tidak mungkin ibu ini, pasti anaknya.
“oh, ya bu, ini lurus saja terus, ntar USM itu ada di kanan jalan”
“oh,terima kasih ya dek”
“ya sama-sama bu, ibu mau mengantar anaknya buat tes STAN ya?” tanyaku dengan maksud tersembunyi.
“iya, lha adik mau kemana?”
“saya juga mau ke USM, sama mau tes STAN juga” jawabku dengan ekspresi kegelisahan. Ibu tadi sepertinya cukup peka dengan keadaanku.
“wah kalo begitu sekalian saja numpang kami. Mau ndak?” ibu itu menawariku. Langsung saja kujawab “mau bu!” dengan senyum manis yang menghiasi wajah ini. Ah…… akhirnya. Meski tak dapat angkot numpang pun jadi. “Alhamdulillah” lirih bibir ini berucap. Terima kasih atas segala kemudahan yang kau berikan kepadaku Ya Allah.
Kira-kira sekitar sepuluh menit kami melakukan perjalanan. Kampus USM pun sudah tampak didepan mata. Menurutku kampus ini tidak terlalu luas. Bahkan mungkin dengan SMA ku lebih luas SMA ku. Tapi entahlah. Apa urusanku. Yang jelas sampai disana aku harus segera berburu ruang ujianku. Mencari dimana ruang tesku. Gedung D 3.3 “wah mana ya?” tanyaku pada diri sendiri. Lalu tiba-tiba, “itu dia!” ya, gedung D, kini aku tinggal mencari ruangku. Lantai satu. “emm…… bukan”. “Lantai dua”, bukan juga. Pasti lantai tiga. Yak! Betul ini dia ruangku. Dipintu masuk ruang itu tertempel sebuah kertas yang berisi nama-nama peserta. Ada namaku disana. Senang dan lega rasanya bisa menemukan ruangku.
Sekarang aku tinggal menunggu saat-saat itu. Beberapa menit lagi. Dan aku mulai menunggu. Tapi sepertinya waktu berjalan terlalu lambat. Aku mulai jenuh menunggu. Jam belum menunjukkan pukul 08.30 waktu dimana tes akan dilaksanakan. “mau ngapain ya?” kulangkahkan kakiku kelantai dasar. Lantai satu. Kusapu pandanganku. Kulihat orang-orang itu. Tampak mereka menggerombol. Ada yang asik ngobrol. Diskusi masalah tes. Dan lebih banyak lagi yang duduk berjajar-jajar sambil membuka buku. Belajar! Jarang sekali yang terlihat sendirian seperti aku. Kalau pun ada, disampingnya selalu ada orang tua yang mendampinginya. Kuhela nafas sejenak. “haahhhhh………..” kesepian. Inisiatif aku ambil hpku. Kutelpon seorang sahabat yang sekarang sudah menjadi mahasiswa di STAN. Sekolah impianku! Bersamanya aku mengobrol hal-hal yang tak jelas. Ya, hanya untuk sekedar membunuh waktu tunggu saja. Lama.
Ketika aku sedang asik mengobrol tiba-tiba saja terdengar suara dari pengeras suara yang mengharuskan kami untuk masuk keruang tes masing-masing. Tampaknya tes akan segera dimulai. Kuakhiri obrolanku dengan sahabatku itu. Dan meminta tolong agar aku dibantu dengan doa. Sebelum masuk ruang aku kekamar kecil dulu. Membuang urin yang nanti bakal mengganggu. Ya, ujian STAN memang non stop. Jadi tidak ada alasan apapun yang mengijinkan peserta untuk keluar ruangan. Termasuk memenuhi panggilan alam itu. Lalu kuteguk air dari botol yang sengaja kubawa dari rumah. Dan kuminum sebungkus madu sebagai pengganjal rasa lapar dan penjaga stamina. Dan……………”bismillahirrahmanirahim”. Aku siap! Kulangkahkan kakiku masuk ruang tes. Kucari-cari tempat dudukku. “wahhhh…..,mana ya?” deretan pertama, bukan. Kedua bukan! Ketiga,kempat? Ah bukan! Hemmm ternyata yang paling akhir. Deretan kelima. Wow………… paling pojok, mantap ini! Pikirku. Paling pojok belakang itulah aku duduk. Menunggu waktu ujian yang akan segera dimulai. Sepuluh menit lagi.
Kusapu pandanganku. Kutatap peserta-peserta yang lain. Kutatap pengawas. Kutatap bangku-bangku yang belum terisi itu. Kutatap sebuah whiteboard yang menggantung gagah diruangan itu. Kutatap alas ujianku. Kutatap alat tulisku. Kutatap ruang kelas ini. Dan kutatap diriku. Tiba-tiba saja hati ini bergemuruh. Dada ini terasa sesak. Ada sesuatu yang menggenang dikedua bola mataku. Ya, sebuah perasaan aneh yang tiba-tiba saja menguasai diriku. Merasuk mempengaruhi emosiku. Rasanya ada sebuah keharuan, kesedihan, keceriaan yang berbaur menjadi satu. Jujur aku memang sudah lama aku tidak melakukan hal ini. Tes! Ujian! Sudah hampir satu tahun suasana seperti ini menghilang dari hidupku. Perasaanku begitu aneh. Seperti sebuah kerinduan pada sesuatu yang terobati. Ada haru sedih senang. Bercampur. Bergumul. Rasanya air mataku mau jatuh. Namum segera kuseka, agar tak ada yang tahu.
“ttteeeeeeeeetttttttt…………………” suara bel bordering dengan nyaring. Saat pembagian LJK dan  soal dimulai. Petugas yang mengawasi ruang kami pun tampak sibuk. Mengeluarkan soal. Menunjukkannya kepada kami bahwa masih tersegel. Lalu membagikannya kepada kami satu persatu.
Kuterima LJK dan soalku. “Astaghfirullah, Subhanallah, Ya Allah”. Entah kalimat pujian apalagi yang keluar dari mulutku. LJK lembar jawab komputer adalah benda yang telah lama menghilang dari hidupku. Juga soal ujian adalah seperti harta karun yang kembali kutemukan. Kurasakan air mataku akan kembali jatuh. Namun kutahan-tahan. Ah……, mengapa aku hari ini sangat emosional ya? entahlah…………
“ttttttteeeeeeeettttttttt…………” bunyi bel yang kedua menggema keseluruh sudut universitas. Menandakan bahwa pertarungan telah dimulai. Dengan agak terburu-buru kubuka soalku. Sejenak aku mengecek kelengkapannya. Emm………, oke! Lengkap!  Kemudian aku mulai bergerak menjamah tiap butir soal yang tersedia. Diawali dengan menjamah kosa kata. Alhamdullilah……… lumayan lancar. Kosa kata rampung akupun melanjutkan ketipe soal berikutnya. Tipe teks. “Hemm…………… sedikit butuh kehati-hatian ini” pikirku. Salah baca soal bisa gawat. Kurasakan soal tipe teks ini cukup membuang waktuku. Aku memang bermain dengan tempo lambat pada tipe soal seperti ini. Ya, karena aku harus benar- behar mencermati isi teks dan pertanyaan apa yang diberikan.
Waktu terus berjalan sudah lebih dari tiga puluh menit aku bercumbu dengan soal-soal. Semangat dijiwakupun semakin menggelora. Membara! Membabi buta! Kuhajar tiap-tiap soal. Kuhabisi mereka. Kutumpas dengan ganas. Gairah dan amarahku benar-benar memuncak saat itu. Keringat bercucuran memenuhi dahi.  Waktu pun terus bergerak maju. Dua setengah jam. Dua jam. Satu setengah jam. Satu jam. Sampai akhirnya tinggal setengah jam lagi. Kurasakan diri ini mulai panik. Aku tak mau sedikitpun tertinggal untuk bisa mencumbui soal-soal itu. Aku bermain makin ganas. Makin beringas. Sepuluh menit lagi. Jam didinding menunjukkan pukul 10.40. aku semakin menggila. Soal-soal yang belum sempat terbaca aku baca dengan kecepatan cahaya. Lalu dengan mengucap bismilah aku isi bulatan dalam LJK itu. Aku berusaha untuk menggenapi semua bulatan bulatan yang masih kosong. Sampai akhirnya detik-detik terakhir dikumandangkan. Sepuluh. Sembilan. Delapan. Tujuh. Enam. Lima. Empat. Tiga. Dua. Satu……….!!!!!!
“ttteeeeeeeeeeeeeeeeeeetttttttttttttttttttttttttttttttttttt……………!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Bunyi bel meraung. Melengking. Memekakkan telinga. Menandai bahwa peperangan telah berakhir. Dan mengiringi desah panjang nafas lelahku. Ah…………………………” selesai juga. Alhamdulillah. Kuucap rasa sukur yang tiada terhingga.
Detik-detik selanjutnya. Aku masih berada diruang tes itu. Melamun. Lalu tiba-tiba merasa ingin menangis. Air mataku tumpah. Lalu bibirku meracau tak jelas. “ Ya Allah………Ya Allah………Ya Allah……….., ternyata  itulah yang kuucapkan. Penantianku selama hampir satu tahun ini berakhir disini. Ini puncak perjuangan. Semua usahaku dan doaku yang teruntai selama hampir satu tahun ini. Semuanya. Aku menunggu untuk kesempatan ujian ini.
Dan tiba-tiba “perhatian-perhatian dimohon kepada adik-adik untuk berhati-hati dijalanan nanti dikarenakan jalanan pasti sangat ramai dan macet dikarenakan perserta USM ini membludak. Sekali lagi dimohon untuk berhati-hati”. Suara seorang perempuan dari pengeras suara yang sepertinya dibuat-buat agar terdengar merdu dan seksi itu membuyarkan lamunanku. “ah………….sudah berakhir, saatnya pulang” batinku.
Tak lama kemudian diriku telah berada dipinggir jalan. Mencegat angkot. Tak sengaja diri ini bertemu dengan sahabat SMA ku dulu. “wah dia ikut USM lagi ya”, pikirku. Lalu kami pun mengobrol. Dia nampaknya sedang menunggu jemputan dari ayahnya. “wah senang ya bisa diantar. Lha aku?, tak ada temennya,tak ada orang tuannya, tak ada saudaranya, tak ada siapa-siapa yang mau mengantar. Sendirian!” mendadak aku iri dengannya. Menyenangkan sekali rasanya bisa diantar oleh orang tua yang kita sayangi. Kulihat peserta-peserta yang lain juga melakukan hal yang sama. Diantar jemput. Tapi sudahlah aku bersyukur aku masih bisa mengikuti ujian USM ini dengan lancar. Meskipun tanpa diantar. Tanpa dijemput!
Hampir setengah jam lebih kami menunggu. Temanku tampak mulai resah karena ayahnya tak kunjung datang. Sementara aku sendiri mulai resah karena angkotku yang tak kunjung datang. “wahh…. Bagaimana ini?”batinku.
Matahari kota Semarang kurasakan sangat ganas. Pancaran cahayanya begitu menyilaukan mata. Terang benderang! Panasnya juga kebangetan. Dipastikan bahwa setelah seharian berjemur dbawah matahari kota semarang. Orang yang berkulit eropa akan segera berganti menjadi kulit  orang afrika. Ya, karena panasnya terasa membakar kulit. Benar-benar membakar sampai hangus. Gosong!
Keringat sejak tadi bercucuran memandikan tubuhku. Rasanya aku mau pingsan karena kelamaan menunggu. Namun tiba-tiba tampak sebuah bis tampak melata dari kejauhan. Bergerak perlahan. Mendekat! “wah……… apa sebaiknya aku naik bis saja ya?” angkot disini sangat langka. “hemmm………bagaimana ini?” pertanyaan itu menguasai otakku. Lalu ketika bis itu berhenti didepan universitas. Sontak anak-anak lain yang juga menunggu bis berjejal-jejal untuk naik. “yap……… aku naik ini saja!” tanpa pikir panjang akupun segera melangkahkan kakiku. Naik bis. Ternyata didalam bis telah penuh sesak. Aku pun terpaksa harus berdiri. Bis mini yang sebenarnya hanya muat untuk dua puluh orang ini kini dimuati lebih dari tiga puluh orang. Alhasil penumpang-penumpang yang tak kebagian tempat duduk harus berdiri. Termasuk aku. Didalam bis benar-benar sumpek. Gerah. Panas. Berbagai macam aroma yang memualkan pun bercampur aduk jadi satu. Dari mulai minyak wangi, keringat, balsam, minyak kayu putih, lotion, sepatu, rambut, ketek sampai binatang pun ada, sapi, ayam, kambing, kerbau, kutu dan aroma aroma asing lain. Aroma itu begitu terasa mengocok perut. Membuat diriku benar-benar ingin muntah. Hoek-hoek-hoek-hoek. Tapi untung aku kuat!
Perjalanan yang seharusnya hanya memakan waktu sepuluh menit. Kini molor menjadi lebih dari tiga puluh menit. Jalanan macet karena saking banyaknya kendaraan. Sepeda motor, mobil,truk, bis, angkot, ojek, sepeda ontel semuanya berdesak-desakkan. Merambat. Lambat. Aku yang berada didalam bus sudah sangat tersiksa. Gerah yang sangat membara. “ya Allah berikan hambamu kekuatan agar tidak oleng”.
Tampak para penumpang lain merasakan hal yang sama. Sumpek! Gerah! Panas! Tak nyaman. Mereka mengeluarkan buku bukan untuk dibaca tetapi untuk kipas-kipas. Tapi ini tidak memberi pengaruh apa-apa. Karena udara yang sudah terlanjur amat membara.
Akhirnya setelah lebih dari tiga puluh menit tersiksa aku bisa lepas juga. “yap…!” kulangkahkan kakiku turun dari bis. “alhamdullilah………”batinku. Kini aku tinggal menunggu bis patas jurusan Semarang-Salatiga yang pastinya lebih nyaman. Bis yang akan mengantarkan aku pulang. Meninggalkan sebuah benih yang kuharap ia akan tumbuh subur dan bersemi dengan indah. Ya, semoga.
Hari-hari penantian pun akan menemani detik-detik desah nafasku.
Ditulis ketika masih menunggu jawaban akan arah kehidupan.
Catatan 15 bulan yang lalu.
  

2 komentar:

  1. Hmm.. perjuangan yang mengharukan. :)
    Salut, Ko.

    Oya itu tanggalnya bukannya 20 Juni 2010 ya?

    BalasHapus
  2. HEHEHE ia lin masa-masa yang sulit buat ku.

    hemm tanggalnya uda lupa ox, di catatan lama si tanggal 20 juli. hemmm mungkin emang 20 juni kali ea... :D

    BalasHapus