Lembaran Hati Dua
Koko
masih berkutat dengan hatinya. Rasa
sakit itu memang belum sepenuhnya hilang. Sulit baginya untuk menerima
kenyataan ini. Kenyataan bahwa bunga-bunga cinta dihatinya harus gugur.
Meninggalkan dirinya dalam kehampaan dan kesepian yang teramat dalam. Serpihan
keberanian yang ia kumpulkan dan dia rangkai untuk menyatakan isi hatinya
ternyata sia-sia. Karena keberanian itu
tidak pernah benar-benar menampakkan dirinya.
Ia harus mengalah pada keadaan.
Sebuah keadaan yang memaksa ia untuk sekali lagi mengurungkan keberaniaannya
demi menyatakan cinta. Maka perasaan itu sekarang masih terpendam. Koko sendiri tidak tahu sampai kapan ia mampu untuk
menyimpannya. Perasaan cinta yang tersembunyi dikedalaman hatinya.
Meskipun
rasa kecewa itu masih bersarang dihatinya tapi koko terus berusaha untuk
menepisnya. Ia mencoba untuk menerima keadaan ini. Ia tidak mau menyalahkan
siapapun. Ia tidak akan menyalahkan kiki yang telah menjadi pacar gadis yang ia
cinta. Ia juga tidak akan menyalahkan eka yang telah hadir di kehidupannya dan
membuat getaran-getaran cinta dihatinya. Ia pun tak akan menyalahkan dirinya
yang tidak berani mengakui perasaannya. Tidak bisa untuk mengungkapkan isi
hatinya. Tidak juga menyalahkan keadaan yang tidak bersahabat dengannya. Apalagi menyalahkan Tuhan yang telah
menanamkan perasaan cinta dihatinya. Rasa cinta pada seorang gadis yang meski kini
menjadi milik orang lain. Tidak! Tidak ada yang perlu disalahkan. Koko mencoba
untuk berbesar hati. Ia tidak akan melawan hatinya. Karena ia tahu ia tak akan
bisa. Ia juga tidak akan mengalah untuk hatinya karena ia juga tahu tidak ada
yang harus merasa kalah dan tersakiti. Ia hanya akan menerima hatinya. Hati
yang utuh. Hati yang masih mencinta. Cinta pada eka. Tapi kali ini ia sadar. Ia
mengerti bagaimana ia harus menempatkan perasaannya. Ia mengarahkan hatinya
untuk mencintai eka sebagai sahabat. Tak lebih.
“tttteeeeetttttttt…………………………………………”
Bunyi
bel tanda pulang meraung keseluruh
penjuru sekolah. Koko kaget mendengarnya. Ia tersadar dari lamunannya. Sudah
sejak jam terakhir tadi koko memang tidak konsentrasi dengan matapelajaran yang
tengah mereka pelajari.
“koko
kita mau langsung pulang atau main kemana dulu nih?” tiba-tiba saja Eka sudah
berdiri disamping koko. Sementara koko nampak sibuk mencari-cari sesuatu. Ia bingung dimana
letak pena-nya. Dicari dilaci tidak ada. Dibawah meja juga tidak ada. Koko juga
sudah sempat menanyakan pada teman sebangkunya. Tapi teman sebangkunya tidak
tahu dimana keberadaan pena tersebut.
Sebenarnya koko tidak terlalu peduli dengan sebuah pena. Karena kalau pun harus
hilang dia toh mampu untuk membelinya lagi. Namun yang membuat pena itu spesial
adalah karena pena itu pemberian Eka. Koko tak mau menghilangkannya.
“ini
yang kamu cari?” eka tampak tersenyum sambil mengulurkan sebuah pena.
“oh
iya, dimana kamu menemukannya?” koko
bertanya.
“tuh
tadi dibelakang, terjatuh ke lantai, kalo nggak salah itu pena yang pernah aku
kasih ya?”
“hehe
iya, makasih ya, sudah memberi ku pena ini, pena-nya nyaman kalau dibuat nulis,
hehehe makasih juga sudah menemukannya?” koko berkata sambil tersenyum.
“ya
sama-sama, jadi kita mau pulang atau main kemana dulu nih?” eka mengulangi
pertanyaannya.
“kita
langsung pulang saja ya?” aku lagi nggak ada duit nih buat main?” koko menjawab
pertanyaan Eka sambil mengenakan tasnya.
“ya
udah yuk… ntar keburu hujan langit udah mendung banget tuh”
Mereka
berdua pun akhirnya keluar kelas. Meninggalkan beberapa anak-anak yang masih
asik ngobrol didalam kelas. Sebagian
dari mereka ada yang masih menunggu temannya atau karena ada kegiatan
ekstrakurikuler.
“hai
tungguin!” sebuah suara yang tak asing menghampiri telinga mereka. Keduanya
lalu menengok kebelakang. Tampak teman mereka yang bernama Rara tergopoh-gopoh
datang menghampiri koko dan eka.
“ih,
kok aku ditinggal sih!” rara tampak terengah-engah. Mukanya sedikit memerah
karena merasa sebal dengan koko dan eka.
“nggak
kok, ini juga baru keluar kelas” eka membela diri.
“iya
kita baru aja keluar dan rencananya kamu mau kami tunggu didepan gerbang” koko
menimpali.
“oh
iya deh, sori soalnya kalian kan biasanya nunggunya didepan kelas, jadi kita
mau langsung pulang nih atau mau main dulu” rara yang sudah mendapat penjelasan
tampak mengerti dan langsung nyerocos sesuai kebiasaanya. Cerewet.
“hemmm………
kita langsung pulang saja ya soalnya kayaknya bentar lagi mau hujan” eka
menjawab.
“oh
gitu ya? ya udah deh nggak apa-apa kapan-kapan lagi aja mainnya, yuk kita kemon”
“Yuk”
eka dan koko menjawab serentak.
***
Siang
itu langit memang kelam. Awan-awan hitam nan kelabu menggantung megah diatap
bumi. Mengalahkan teriknya matahari. Koko, rara dan eka tampak gelisah menunggu
angkot yang tak kunjung datang. Maklum ini jam pulang sekolah jadi sudah
dipastikan angkot-angkot pada penuh. Maka untuk mendapatkan angkot yang masih kosong
mereka harus bersabar. Biasanya mereka bertiga santai saja menunggu angkot
lama-lama karena mereka biasa bercanda. Tapi kali ini karena diteror oleh hujan
yang sepertinya bakal deras sekali mereka jadi agak tegang sehingga lupa
kebiasaan bercandanya.
“haduh…
gimana nih angkotnya dari tadi penuh terus mana mau hujan lagi” rara mengeluh.
“iya
bagaimana ini?” eka merespon keluhan rara.
“sabar…
bentar lagi juga dapet! Tuh kan kita naik yang itu saja yuk” koko dengan bijak
menenangkan mereka berdua.
“ayo
ntar keburu hujan, desek-desekan nggak apa-apa deh” rara bersemangat menyambut
angkot yang baru saja berhenti didepan mereka.
Ketika
mereka akan naik ternyata angkot yang penuh itu juga menurunkan beberapa
penumpang. Alhasil angkotnya jadi agak kosong. Mereka saling melempar senyum
bahagia. Setidaknya mereka bisa duduk dengan nyaman sambil ngobrol tanpa harus merasakan derita tergencet oleh penumpang lain.
Koko, eka dan rara memang terbiasa pulang bersama. Alasannya sederhana karena
jalan kearah rumah mereka sama. Sampai SMA ini ketiganya memang masih
menggunakan angkot sebagai alat transportasi mereka. Eka dan rara belum diizinkan
untuk membawa sepeda motor sendiri. Sementara koko hanya punya satu sepeda
motor itu pun digunakan oleh bapaknya untuk bekerja.
“teman-teman
kita udah masuk semester genap nih, bentar lagi mau ujian nasional. Huh sumpah
aku deg-deg an banget, kalo nggak lulus gimana coba?” rara mengawali
pembicaraan.
“ah
jangan pesimis gitu! Kita pasti bisa kok” eka menepis keraguan rara.
“ya
benar jangan pesimis dulu, yang penting sekarang kita siapin semaksimal mungkin
buat ntar kita ujian nasional” koko menimpali.
“hhh…………”rara
menghela nafas lalu melanjutkan keluhannya. “jujur aku takut banget sama ujian
nasional besok, mana otakku pas-pasan gini, baru belajar bentar aja ini otak
udah panas banget. Rasanya kayak mau meledak. Huh!” Rara lagi-lagi menggerutu.
Mengeluhkan nasib dirinya yang tidak sepandai koko dan eka.
“jangan
gitu dong rara. Semangat dong! Hem… sebenarnya aku punya ide nih, tapi kalian
mau nggak ngejalaninnya, emm… gimana kalo mulai besuk kita adain belajar
kelompok? Koko kan jago banget tuh fisika sama matematikannya. Sementara kamu
rara, diem-diem kamu mapel biologi kan jago. Gimana?” eka mengutarakan idenya.
“walah,
aku matematika sama fisika juga nggak lebih kok dari kalian, tapi aku setuju
aja kalo kita adain belajar bareng” ucap koko.
“hem…
belajar kelompok ya? oke juga tuh. Dari pada aku les diluar yang mahalnya
selangit. Mending aku belajar sama kalian ya? hehehe…… selain lebih murah pastinya seru abis. Aku
setuju sekali. Kapan kita mulainya?” rara berkomentar.
“kalo
itu kita pikirin nanti, udah dulu ya aku udah mau turun nih, besuk kita
bicarain lagi” eka yang rumahnya sudah dekat segera mengambil ancang-ancang
untuk turun dari angkot.
“ya
hati-hati” koko dan rara serentak menjawab.
***
Angkot
pun berjalan pelan. Merayap diantara kemacetan lalu lintas. Angkot yang
ditumpangi oleh koko dan rara sudah tidak sesesak tadi. Didalamnya hanya ada
lima orang penumpang. Dua diantaranya adalah koko dan rara. Jika hanya berdua
dengan koko seperti ini rara jadi hilang cerewetnya. Ia lebih banyak diam.
Hubungan mereka memang kaku jika tidak ada eka diantara mereka yang membuat
suasana menjadi sedikit cair.
“rara
kira-kira kapan ya kita akan mulai belajar bareng, bagaimana kalo besuk?” koko
mencoba untuk membuka pembicaraan.
“eh…
iya boleh” rara yang biasanya menjawab pertanyaan orang dengan beratus-ratus
kata kini hanya menjawab pertanyaan koko dengan secuil kata saja.
Koko
yang tidak terbiasa bicara dengan rara pun tidak tahu lagi harus bertanya apa.
Rara tampak nya juga tidak memberikan umpan untuk melanjutkan pembicaraan. Maka
koko pun akhirnya diam. Perjalanan mereka diliputi dengan kebisuan.
Langit
tampaknya pelan-pelan mulai melepaskan bebannya. Gerimis mulai membasahi bumi.
Titik-titik air itu membawa kedamaian. Membawa berkah kepada semua tanaman.
Juga pada udara yang seharian dipenuhi polusi. Gerimis akan melarutkan semua
bentuk senyawa yang melayang-layang diudara. Menjadikannya bersih dan segar
kembali. Koko yang menyadari itu mengambil nafas dalam-dalam. Ia ingin
merasakan segarnya udara yang telah dibersihkan oleh gerimis. Hingga tak terasa ia sudah mau sampai dirumahnya.
“rara
aku turun dulu ya?” koko pamit pada rara.
“ya,
hati-hati ya?” ucap rara.
Sejak
tadi rara hanya duduk terdiam melihat keluar jendela. Ia agak tergagap ketika mendengar suara koko.
Setelah
angkot menurunkan koko. Rara kini duduk sendirian. Didalam angkot tersebut
hanya tinggal tiga orang. Angkot kini benar-benar longgar. Tadi saat koko turun
ia sempat mencuri pandang pada wajah koko. Ia juga sempat menatap mata lelaki
itu. Hatinya agak bergetar. Tapi segera ia tepis. Ia tak mau merasakan getaran
yang tak biasa itu. Ia mencoba untuk mengusirnya. Rara tak mau jatuh cinta.
Maka dalam perjalanan pulangnya ia bersenandung lagu-lagu bahagia agar hatinya
terbawa suasana. Bahagia! Ia juga mulai memikirkan ide dimana dan kapan belajar
kelompok mereka bertiga akan dilaksanakan. Rara berpikir lalu tersenyum-senyum
sendiri diiringi lagu bahagia yang ia senandungkan.
Semua tentang mu selalu
membekas di hati ini
Cerita cinta kita berdua akan
selalu…
Semua kenangan tak mungkin
bisa
Kulupakan ku hilangkan
Tak kan biarkan cinta kita
berakhir
ku tak rela
ku tak ingin kau lepaskan
semua ikatan tali cinta
yang telah kita buat selama ini……………………
(vierra, semua tentang mu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar